Selasa, 04 Agustus 2009

Selamatkan Telinga Kita Dari Efek Kebisingan


Bising, didefinisikan sebagai sensasi bunyi yang timbul dalam telinga kita akibat getaran udara atau media bunyi lainnya. Sumber kebesingan bisa berasal dari suara yang dikehendaki (TV, Musik,walkman,dll) atau suara yang tidak dikehendaki( suara mesin pabrik, Printer, gemuruh pesawat terbang, kendaraan bermotor,dll). Paparan bising yang kontinu di atas 85 dB tidak hanya akan menyebabkan keluhan pada telinga dan pendengaran. Berbagai penelitian membuktikan,efek paparan bising dalam jangka lama juga dapat mengakibatkan terjadinya peningkatan tekanan darah, gangguan tidur, kelainan pencernaan, meningkatnya emosi, dan berbagai kelainan akibat stres. WHO memberikan batas paparan bising yang dapat diterima manusia adalah 85d(desibel)

Penurunan Pendengaran Akibat Paparan Bising ( Noise Induced Hearing Loss)
Proses pendengaran sangatlah menakjubkan. Getaran sumber bunyi diantarkan melalui media udara menggetarkan gendang dan tulang-tulang kecil yang terletak dalam rongga telinga bagian tengah. Kemudian mengantarkan getaran ke dalam suatu sistem cairan yang terletak dalam putaran rongga bangunan menyerupai “rumah siput” atau lebih dikenal sebagai kohlea, yang terletak bersebelahan dengan alat keseimbangan di dalam tulang temporalis.

Di dalam telinga bagian tengah juga terdapat sebuah otot terkecil dalam tubuh manusia, yaitu sensor timpani. Tugasnya membuat tegang rangkaian tulang pendengaran pada saat bunyi yang mencapai sistem pendengaran kita berkekuatan lebih dari 70 dB, untuk meredam getaran yang mencapai sel-sel rambut reseptor pendengaran manusia.

Tetapi, otot ini--yang bekerja terus-menerus--juga tak mampu bertahan pada keadaan bising yang terlalu kuat dan kontinu, dan terjadilah stimulasi berlebih yang merusak fungsi sel-sel rambut. Kerusakan sel rambut dapat bersifat sementara saja pada awalnya sehingga akan terjadi ketulian sementara. Akan tetapi, kemudian bila terjadi rangsangan terus-menerus, terjadi kerusakan permanen, sel rambut berkurang sampai menghilang dan terjadi ketulian menetap. Ketulian akan terjadi pada kedua telinga secara simetris dengan mengenai nada tinggi terlebih dahulu, terutama dalam frekuensi 3.000 - 6.000 Hz. Sering kali juga terjadi penurunan tajam (dip) hanya pada frekuensi 4.000 Hz, yang sangat khas untuk gangguan pendengaran akibat bising. Karena yang terkena adalah nada yang lebih tinggi dari nada percakapan manusia, kadang-kadang efek penurunan daya dengar akibat kebisingan pada awalnya sama sekali tidak dirasakan oleh penderitanya karena belum begitu jelas gangguan pada saat berkomunikasi dengan sesama. efek penurunan pendengaran baru dapat dibaca melalui pengujian klinis menggunakan audiometri.

Pelindung Telinga
Tempat Umum dengan paparan kebisingan tinggi sampai di atas 100 dB, misalnya jalan raya, bandara, industri, diskotek, games, pertokoan, tempat wisata, dan arena konser musik. serta Sumber bising lainnya seperti; Sepeda motor tanpa peredam, mercon, kembang api, walkman, loudspeaker, permainan anak berbunyi keras, bahkan telefon genggam juga mengandung bahaya, khususnya bagi anak dan remaja.

Dari berbagai penelitian seperti yang dilakukan oleh dr. Yenni Basirudin. Sp. THT (Praktisi dr kesehatan kerja) bahwa pekerja yang terpapar bising antara 97-101dB 50% nya mengalami NIHL (Noise Induced Hearing Loss) pada umumnya mereka mengalami Tinitus ( istilah untuk gejala telinga berdenging secara kontinu atau sementara, baik dengan nada tinggi maupun rendah). Jika mengalami tinitus, harap waspada karena ini tanda awal paparan kebisingan yang berlebihan dan perlu segera ditangani, Kadang kala penanganan tinitus cukup sulit karena sekali terjadi dapat menetap untuk waktu berbulan-bulan bahkan tahunan, yang sangat mengganggu rasa nyaman penderitanya. Hal-hal yang dapat dilakukan untuk mengatasi dampak kebisingan ini adalah dengan menghindari bising, mengurangi volume bunyi sekitar, dan menggunakan alat pelindung.

Apakah kita sudah mengalami penurunan daya dengar?
pada saat kita dirumah dengan volume TV yang cukup di dengar orang lain , kita harus menambah volume tinggi untuk dapat mendengarnya (orang lain akan mendengarnya sangat keras). Ini tanda bahwa kebisingan telah terlalu tinggi dan kita harus segera menghindarinya atau segera memakai alat pelindung telinga.

Ketulian akibat bising tidak dapat sembuh kembali dan memerlukan alat bantu dengar yang cukup mahal. Oleh karena itu, lebih baik menghindari kebisingan dan berbagai cara dapat dilakukan, seperti : Tidak memutar volume TV terlalu keras,menggunakan pelindung telinga saat bekerja ditempat bising > 85dB,kurangi penggunaan alat-alat yang menimbulkan bising tinggi,kurangi penggunaan walkman/ ear phon,dll

Seperti pendapat Helen Keller : Yang tuli dan buta sejak usia balita ketika ditanyakan (andaikata ia mendapat kesempatan kedua, manakah yang ingin dihilangkannya? Ia menjawab, ingin terlahir kembali tanpa ketulian karena kebutaan memisahkannya dari benda-benda, sedangkan ketulian memisahkannya dari manusia.




Selasa, 14 Juli 2009

Apa itu HACCP?

(HACCP) Hazard Analysis Critical Control Point adalah suatu sistem kontrol dalam upaya pencegahan terjadinya masalah yang didasarkan atas identifikasi titik-titik kritis di dalam tahap penanganan dan proses produksi. HACCP merupakan salah satu bentuk manajemen resiko yang dikembangkan untuk menjamin keamanan pangan dengan pendekatan pencegahan (preventive) yang dianggap dapat memberikan jaminan dalam menghasilkan makanan yang aman bagi konsumen. Tujuan dari penerapan HACCP dalam suatu industri pangan adalah untuk mencegah terjadinya bahaya sehingga dapat dipakai sebagai jaminan mutu pangan guna memenuhi tututan konsumen. HACCP bersifat sebagai sistem pengendalian mutu sejak bahan baku dipersiapkan sampai produk akhir diproduksi masal dan didistribusikan. Pada beberapa negara penerapan HACCP ini bersifat sukarela dan banyak industri pangan yang telah menerapkannya. Disamping karena meningkatnya kesadaran masyarakat baik produsen dan konsumen dalam negeri akan keamanan pangan, penerapan HACCP di industri pangan banyak dipicu oleh permintaan konsumen terutama dari negara pengimpor.

Beberapa keuntungan yang dapat diperoleh suatu industri pangan dengan penerapan sistem HACCP antara lain meningkatkan keamanan pangan pada produk makanan yang dihasilkan, meningkatkan kepuasan konsumen sehingga keluhan konsumen akan berkurang, memperbaiki fungsi pengendalian, mengubah pendekatan pengujian akhir yang bersifat retrospektif kepada pendekatan jaminan mutu yang bersifat preventif , dan mengurangi limbah dan kerusakan produk atau waste .

Konsep HACCP Menurut Codex Alimentarius Commision (CAC) Konsep HACCP menurut CAC terdiri dari 12 langkah, dimana 7 prinsip HACCP tercakup pula di dalamnya. Langkah-langkah penyusunan dan penerapan sistem HACCP menurut CAC adalah sebagi berikuT :
Langkah 1, Pembentukan Tim HACCP, Langkah awal yang harus dilakukan dalam penyusunan rencana HACCP adalah membentuk Tim HACCP yang melibatkan semua komponen dalam industri yang terlibat dalam menghasilkan produk pangan yang aman. Tim HACCP sebaiknya terdiri dari individu-individu dengan latar belakang pendidikan atau disiplin ilmu yang beragam, dan memiliki keahlian spesifik dari bidang ilmu yang bersangkutan, misalnya ahli mikrobiologi, ahli mesin/ engineer , ahli kimia, dan lain sebagainya sehingga dapat melakukan brainstorming dalam mengambil keputusan. Jika keahlian tersebut tidak dapat diperoleh dari dalam perusahaan, saran-saran dari para ahli dapat diperoleh dari luar.
Langkah 2, Deskripsi produk Tim HACCP yang telah dibentuk kemudian menyusun deskripsi atau uraian dari produk pangan yang akan disusun rencana HACCPnya. Deskripsi produk yang dilakukan berupa keterangan lengkap mengenai produk, termasuk jenis produk, komposisi, formulasi, proses pengolahan, daya simpan, cara distribusi, serta keterangan lain yang berkaitan dengan produk. Semua informasi tersebut diperlukan Tim HACCP untuk melakukan evaluasi secara luas dan komprehensif.
Langkah 3, Identifikasi Pengguna yang Dituju Dalam kegiatan ini, tim HACCP menuliskan kelompok konsumen yang mungkin berpengaruh pada keamanan produk. Tujuan penggunaan produk harus didasarkan pada pengguna akhir produk tersebut. Konsumen ini dapat berasal dari orang umum atau kelompok masyarakat khusus, misalnya kelompok balita atau bayi, kelompok remaja, atau kelompok orang tua. Pada kasus khusus harus dipertimbangkan kelompok populasi pada masyarakat beresiko tinggi.
Langkah 4 Penyusunan Diagram Alir Proses Penyusunan diagram alir proses pembuatan produk dilakukan dengan mencatat seluruh proses sejak diterimanya bahan baku sampai dengan dihasilkannya produk jadi untuk disimpan. Pada beberapa jenis produk, terkadang disusun diagram alir proses sampai dengan cara pendistribusian produk tersebut.
Langkah 5, Verifikasi Diagram Alir Proses Agar diagram alir proses yang dibuat lebih lengkap dan sesuai dengan pelaksanaan di lapangan, maka tim HACCP harus meninjau operasinya untuk menguji dan membuktikan ketepatan serta kesempurnaan diagram alir proses tersebut. Bila ternyata diagram alir proses tersebut tidak tepat atau kurang sempurna, maka harus dilakukan modifikasi. Diagram alir proses yang telah dibuat dan diverifikasi harus didokumentasikan.
Langkah 6, Analisa Bahaya (Prinsip 1) Setelah lima tahap pendahuluan terpenuhi, tim HACCP melakukan analisa bahaya dan mengindentifikasi bahaya beserta cara-cara pencegahan untuk mengendalikannya. Analisa bahaya amat penting untuk dilakukan terhadap bahan baku, komposisi, setiap tahapan proses produksi, penyimpanan produk, dan distribusi, hingga tahap penggunaan oleh konsumen. Tujuan analisis bahaya adalah untuk mengenali bahaya-bahaya apa saja yang mungkin terjadi dalam suatu proses pengolahan sejak awal hingga ke tangan konsumen.

Analisis bahaya terdiri dari tiga tahap yaitu, identifikasi bahaya, penetapan tindakan pencegahan (preventive measure), dan penentuan kategori resiko atau signifikansi suatu bahaya. Dengan demikian, perlu dipersiapkan daftar bahan mentah dan ingredient yang digunakan dalam proses, diagram alir proses yang telah diverifikasi, serta deskripsi dan penggunaan produk yang mencakup kelompok konsumen beserta cara konsumsinya, cara penyimpanan, dan lain sebagainya.
Langkah 7, Penetapan Critical Control Point (Prinsip 2) CCP atau Titik Kendali Kritis didefinisikan sebagai suatu titik, langkah atau prosedur dimana pengendalian dapat diterapkan dan bahaya keamanan pangan dapat dicegah, dihilangkan atau diturunkan sampai ke batas yang dapat diterima. Pada setiap bahaya yang telah diidentifikasi dalam proses sebelumnya, maka dapat ditentukan satu atau beberapa CCP dimana suatu bahaya dapat dikendalikan. Masing-masing titik penerapan tindakan pencegahan yang telah ditetapkan diuji dengan menggunakan CCP decision tree untuk menentukan CCP.
Langkah 8,
Penetapan Critical Limit (Prinsip 3) Critical limit (CL) atau batas kritis adalah suatu kriteria yang harus dipenuhi untuk setiap tindakan pencegahan yang ditujukan untuk menghilangkan atau mengurangi bahaya sampai batas aman. Batas ini akan memisahkan antara "yang diterima" dan "yang ditolak", berupa kisaran toleransi pada setiap CCP. Batas kritis ditetapkan untuk menjamin bahwa CCP dapat dikendalikan dengan baik. Penetapan batas kritis haruslah dapat dijustifikasi, artinya memiliki alasan kuat mengapa batas tersebut digunakan dan harus dapat divalidasi artinya sesuai dengan persyaratan yang ditetapkan serta dapat diukur. Penentuan batas kritis ini biasanya dilakukan berdasarkan studi literatur, regulasi pemerintah, para ahli di bidang mikrobiologi maupun kimia, CODEX dan lain sebagainya.

Untuk menetapkan CL maka pertanyaan yang harus dijawab adalah : apakah komponen kritis yang berhubungan dengan CCP? Suatu CCP mungkin memiliki berbagai komponen yang harus dikendalikan untuk menjamin keamanan produk. Secara umum batas kritis dapat digolongkan ke dalam batas fisik (suhu, waktu), batas kimia (pH, kadar garam). Penggunaan batas mikrobiologi (jumlah mikroba dan sebagainya) sebaiknya dihindari karena memerlukan waktu untuk mengukurnya, kecuali jika terdapat uji cepat untuk pengukuran tersebut. Tabel 5 menunjukkan contoh batas kritis suatu proses dalam industri pangan.

Langkah 9, Prosedur Pemantauan CCP (Prinsip 4) Kegiatan pemantauan (monitoring) adalah pengujian dan pengamatan terencana dan terjadwal terhadap efektifitas proses mengendalikan CCP dan CL untuk menjamin bahwa CL tersebut menjamin keamanan produk. CCP dan CL dipantau oleh personel yang terampil serta dengan frekuensi yang ditentukan berdasarkan berbagai pertimbangan, misalnya kepraktisan. Pemantauan dapat berupa pengamatan (observasi) yang direkam dalam suatu checklist atau pun merupakan suatu pengukuran yang direkam ke dalam suatu datasheet. Pada tahap ini, tim HACCP perlu memperhatikan mengenai cara pemantauan, waktu dan frekuensi, serta hal apa saja yang perlu dipantau dan orang yang melakukan pemantauan.

Langkah 10, Penetapan Tindakan Koreksi (Prinsip 5) Tindakan koreksi dilakukan apabila terjadi penyimpangan terhadap batas kritis suatu CCP. Tindakan koreksi yang dilakukan jika terjadi penyimpangan, sangat tergantung pada tingkat risiko produk pangan. Pada produk pangan berisiko tinggi misalnya, tindakan koreksi dapat berupa penghentian proses produksi sebelum semua penyimpangan dikoreksi/diperbaiki, atau produk ditahan/tidak dipasarkan dan diuji keamanannya. Tindakan koreksi yang dapat dilakukan selain menghentikan proses produksi antara lain mengeliminasi produk dan kerja ulang produk, serta tindakan pencegahan seperti memverifikasi setiap

Langkah 11, Verifikasi Program HACCP (Prinsip 6)Verifikasi adalah metode, prosedur dan uji yang digunakan untuk menentukan bahwa sistem HACCP telah sesuai dengan rencana HACCP yang ditetapkan. Dengan verifikasi maka diharapkan bahwa kesesuaian program HACCP dapat diperiksa dan efektifitas pelaksanaan HACCP dapat dijamin. Beberapa kegiatan verifikasi misalnya: penetapan jadwal inspeksi verifikasi yang tepat ,pemeriksaan kembali rencana HACCP ,Pemeriksaan catatan CCP ,Pemeriksaan catatan penyimpangan dan disposisi inspeksi visual terhadap kegiatan untuk mengamati jika CCP tidak terkendalikan. Pengambilan contoh secara acak Catatan tertulis mengenai inspeksi verifikasi yang menentukan kesesuaian dengan rencana HACCP, atau penyimpangan dari rencana dan tindakan koreksi yang dilakukan. Verifikasi harus dilakukan secara rutin dan tidak terduga untuk menjamin bahwa CCP yang ditetapkan masih dapat dikendalikan. Verifikasi juga dilakukan jika ada informasi baru mengenai keamanan pangan atau jika terjadi keracunan makanan oleh produk tersebut.

Langkah 12, Perekaman Data/Dokumentasi (Prinsip 7) Dokumentasi program HACCP meliputi pendataan tertulis seluruh program HACCP sehingga program tersebut dapat diperiksa ulang dan dipertahankan selama periode waktu tertentu. Dokumentasi mencakup semua catatan mengenai CCP, CL, rekaman pemantauan CL, tindakan koreksi yang dilakukan terhadap penyimpangan, catatan tentang verifikasi dan sebagainya. Oleh karena itu dokumen ini dapat ditunjukkan kepada inspektur pengawas makanan jika dilakukan audit eksternal dan dapat juga digunakan oleh operator

Referensi :
www.foodsafety.gov/~lrd/haccp.html
www.haccp-nrm.org

Kamis, 09 Juli 2009

KEIZEN


APA ITU KEIZEN ?Kai = Break, change Zen = simple, better Sejak awal, Kaizen = continous improvement yaitu perbaikan terus menerus," yang melibatkan semua anggota dalam hirarkhi perusahaan, baik manajemen maupun karyawan. Intinya: kesadaran bahwa manajemen harus memuaskan pelanggan dan memenuhi kebutuhan pelanggan, jika perusahaan ingin tetap eksis, memperoleh laba, dan berkembang.Tujuannya: menyempurnakan mutu, proses, sistem, biaya, dan penjadwalan demi kepuasan pelanggan.

Metode Kaizen: pertama, mengubah cara kerja karyawan sehingga karyawan bekerja lebih produktif,tidak terlalu melelahkan, lebih efisien, dan aman; kedua, memperbaiki peralatan; ketiga, memperbaiki prosedur

. Meskipun perubahan di dalam Kaizen tidak dramatis tetapi sedikit dan bertahap, perubahan yang diakibatkan dalam jangka waktu tertentu cukup besar. Hal ini berbeda dengan perubahan yang dihasilkan oleh western manajement yang biasanya dramatis. Ketika mengadopsi sistem kualitas perusahaan-perusahaan jepang selalu mempertimbangkan budaya setempat. jepang unggul karena menggunakan pendekatan adaptasi budaya dalam penjualan produknya. Keunggulan kompetitif produk Jepang adalah budaya organisasi yang akan menjadi "key-drivers."Budaya organisasi adalah "soft side," sedangkan "hard side" meliputi struktural, sistem produksi, teknologi, dan desain Ilustrasinya: kita tidak mungkin menerapkan teknologi maju, kalau tidak didukung dengan mindset (budaya) yang memadai.

KONZEP KEIZEN
Konsep kaizen ini mengasumsikan bahwa hidup kita ( cara kerja, hidup bersosial atau rumah tangga ) seharusnya berusaha untuk terus menerus mengalami perbaikan. Kaizen dibagi dalam 3 segmen, yaitu :
Pertama, berorientasi pada manajemen. Manajemen Jepang umumnya percaya bahwa seorang manajer harus menggunakan 50% waktunya untuk penyempurnaan. Mulai dengan mengidentifikasi "pemborosan"maupun "aktivitas karyawan."
Kedua, berorientasi pada kelompok"gugus kendali mutu" dan "aktivitas kelompok kecil" untuk mengidentifikasi penyebab masalah, menganalisis, melaksanakan, mencoba tindakan baru, dan menetapkan standar/ prosedur baru.
Ketiga, berorientasi pada individu, tercermin dalam bentuk keterampilan karyawan dalam menyampaikan pemikiran dan saran,sebagai upaya pengembangan diri karyawan.
Kunci utama: setiap karyawan dari berbagai tingkatan agar terus menerus menyempurnakan keahlian dan mengembangkan bakat yang dimiliki, yang dapat meningkatkan kepuasan kerja.Kepuasan yang sebenarnya terletak pada proses perbaikan itu sendiri melalui usaha usaha yang kreatif. Kompetensi saja tidak cukup. Yang diperlukan adalah "kemampuan bekerja dalam Tim" secara efektif dengan memanfaatkan keahlian, kemampuan, dan pengetahuan yang dimiliki guna memperbaiki kelemahan dalam perusahaan.

MENGAPA PERLU KEIZEN

Keizen secara umum sangat sederhana,cepat dan mudah diterapkan di semua sektor industri, Big impact lebih direct attack ke masalah, Fokus pada major issue, teamworking, dan melewati semua batasan birokrasi dari manager hingga workers. Selain itu dengan keizen maka tujuan utama bisnis proses dapat diarahkan, sedikit gambaran’’ perusahaan-perusahaan yang tidak memiliki prinsip managemen yang jelas atau perusahaan yang merasa memiliki modal besar atau memiliki suplay material sendiri yang melimpah, seringkali menyisakan stok produksi yang cukup banyak, hal tersebut sebenarnya sangat merugikan perusahaan karena secara tidak langsung akan mengganggu cash flow. Proses yang abnormal karena kurangnya pengawasan atau tidak adanya continous improvement pada akhirnya perusahaan harus mengarahkan produksi ke arah value added hal tersebut yang sering membuat perusahaan melenceng dari proses bisnis utamanya. Dengan keizen diharapkan akan memayungi manajement practices proses bisnis

Beberapa tujuan dari kaizen ini diantaranya adalah mengurangi waste dalam proses bisnis, quality control yang akurat, Just in Time Delivery, standardisasi pekerjaan, dan menggunakan peralatan yang efisien. Kaizen hanya bisa dijalankan dalam 3 prinsip: (1) concern pada proses dan hasil (tidak pada hasil saja), (2) Berpikir systematis seperti berpikir global, tidak semata-mata terkatub pada pandangan yang sempit saja, dan (3) tidak menuduh atau menyalahkan, karena tuduhan hanya dapat menyebabakan waste saja.. Agar Philosopy kaizen ini dapat berjalan dengan baik sebaikanya diterapkan pada seluruh level organisasi, mulai dari CEO sampai kepada karyawan terendah. Philosopi inilah yang membuat Jepang menjadi besar sekarang ini, dan tidak dipungkiri bahwa Indonesiapun bisa menerapkannya.

KAIZEN dan MANAJEMEN

Manajemen mempunyai dua komponen utama : pemeliharaan dan penyempurnaan. Pemeliharaan mengacu kepada kegiatan yang ditujukan kepada pemeliharaan standar teknologi, manajerial dan operasi saat ini. Penyempurnaan mengacu kepada menyempurnakan standar saat ini. Dalam tugas pemeliharaan, manajemen melaksanakan tugas yang menjadi tanggung jawabnya sehingga setiap orang dalam perusahaan dapat menerapkan POB (Prosedur Operasi Baku).

Berarti, bahwa mula-mula manajemen harus menetapkan kebijakan, peraturan, petunjuk dan prosedur untuk semua operasi besar, kemudian mengawasinya supaya semua orang menerapkan POB. Bila karyawan dapat menerapkan standar tetapi tidak melaksanakannya, manajemen harus menegakkan disiplin. Bila karyawan tidak dapat menerapkan standar, manajemen harus melaksanakan latihan atau merevisi standar itu sehingga dapat dilaksanakan.

Dalam setiap bisnis, karyawan bekerja menurut standar yang telah ada, baik yang tertulis maupun yang tidak, yang dibebankan oleh manajemen. Pemeliharaan ditujukan terhadap pemeliharaan standar tersebut melalui pelatihan dan disiplin. Sebaliknya penyempurnaan ditujukan kepada menyempurnakan standar itu. Pandangan Jepang terhadap manajeman dapat diringkas menjadi satu pedoman perilaku : pelihara dan sempurnakan standar.

Semakin tinggi kedudukan seorang manajer, semakin banyak ia terlihat dengan penyempurnaan. Pada tingkat dasar, karyawan yang tidak trampil yang bekerja dengan mesin mungkin menggunakan seluruh waktunya untuk melaksanakan tugasnya. Tetapi, sewaktu ia lebih mahir dalam pekerjaanya, ia mulai memikirkan tentang penyempurnaan. Ia mulai menyumbangkan pikirannya demi penyempurnaan dalam cara melakukan pekerjaanya, baik melalui saran individual maupun melalui saran kelompok. Tanyakanlah kepada seorang manajer dalam sebuah perusahaan Jepang yang sukses, apa yang dituntut oleh manajemen puncak, jawabnnya pasti KAIZEN (penyempurnaan).

Menyempurnakan standar berarti menetapkan standar yang lebih tinggi. Setelah hal ini terjadi, kini menjadi tugas pemeliharaan manajemen agar standar baru itu diterapkan. Penyempurnaan berkesinambungan hanya dapat tercapai bila karyawan berusaha untuk mencapai standar yang lebih tinggi. Pemeliharaan dan penyempurnaan tidak dapat dipisahkan bagi manajer Jepang.

Penyempurnaan dapat dipecah menjadi KAIZEN dan pembaruan (inovasi). KAIZEN berarti penyempurnaan kecil yang diperoleh sebagai hasil usaha yang berkesinambungan. Pembaruan melibatkan penyempurnaan drastis sebagai hasil investasi besar dengan teknologi dan peralatan baru.Perusahaan terburuk ialah perusahaan yang tidak melakukan usaha apapun selain memelihara, berarti tidak ada rangsangan dari dalam untuk KAIZEN atau pembaruan. Manajemen dihadapkan pada perubahan kondisi pasar dan persaingan, tetapi ia tidak tahu harus berbuat apa. Berhubung KAIZEN merupakan proses yang berkesinambungan dan melibatkan setiap orang dalam organisasi, maka setiap orang dalam hierarki manajemen terlibat dalam beberapa aspek KAIZEN.

Pesan dari strategi KAIZEN adalah bahwa tidak satu hari pun boleh berlalu tanpa sesuatu tindakan penyempurnaan dalam perusahaan.

Referensi :

http://www.npccmauritius.com/gembakaizen

http://www.gemba.com



Rabu, 01 Juli 2009

CORPORATE SOCIAL RESPONSIBILITY (CSR)

Akhir-akhir ini kita sering melihat berita-berita dari media adanya konflik antara perusahaan dengan masyarakat sekitarnya, dengan berbagai macam pemicu konflik ( pencemaran lingkungan oleh perusahaan, kecelakaan kerja, PHK, tidak diterimanya warga sekitar bekerja di perusahaan tersebut, dll). Masyarakat saat ini sudah semakin kritis dan berani untuk beraspirasi dan mengekspresikan tuntutannya terhadap perkembangan bisnis perusahaan yang ada dilingkungannya. Bahkan terkadang kelengahan perusahaan sering kali menjadi sasaran empuk bagi oknum pejabat pemerintah atau organisasi kemasyarakatan”LSM” untuk mengajukan tuntutan materiil. Hal inilah yang menjadi salah satu alasan perlunya kesadaran terhadap CSR ( Corporate Social Responsibility ) demi tercapainya sebuah keseimbangan dunia usaha antara pelaku dan masyarakt sekitar.

Kesadaran untuk menjalankan bisnis bukan sekedar utk mencari profit semata” masih minim dimiliki oleh sebagian pelaku bisnis di Indonesia. Padahl, justru faktor kesinambungan tadi yg sangat menetukan masa depan sebuah usaha, dengan memperhatikan etika bisnis serta mempunyai social responsibility yg besar, proses bisbnis perusahaan akan dapat berjalan dengan baik. Peluang untuk hidup dan berkompetisi dalam jangka panjang pun akan lebih terjamin.

Masayarakt kita saat ini bukalah masyarakat yg masih dapat dibodohi oleh sisi eksternal perusahaan, masyarakt ini lebih kritis dan peka terhadap kinerja dan kontribusi perusahaan terhadap dunia luar.Masalahnya semakin rumit ketika tetap saja para pelaku dan investor berpijak pada stereotipe bahwa CSR ”tidak berdampak langsung terhadap peningkatan pendapatan perusahaan”. Mereka cenderung ingin yang instan, langsung mendapat profit besar, tanpa peduli terhadap masalah2 eksternal perusahaan.

Selain itu kebanyakan investor juga terlalu menginginkan realisasi investasi mereka utk sektor riil-dalam artian benar2 berdampak langsung terhadap peningkatan pendapatan perusahaan. Padahal, CSR memiliki dimensi yg jauh lebih rumit dan kompleks dari sekedar analisis rugi-laba. Pengenalan terhadaap budaya setempat atau analisis terhadap need assesment semestinya menjadi hal krusial yg mesti dilakukan. Poin inilah yg terkadang menyebabkan crash kepentingan, sehingga dunia usaha terkadang merasa program CSR bukanlah kompetisi mereka. Anggapan mengenai kontribusi pajak perusahaan terhadap negara semakin menambah runyam masalah ini.

Ada beberapa pelaku bisnis yg menilai jika masalah sosial hanya merupakan tanggungjawab negara saja, dunia usaha cukup membayar pajak untuk memberikan kontribusi terhadap masyarakt. Pemikiran seperti itu sudah tidak sesui, justru perusahaan yg akan memenangkan kompetisi global adalah perusahaan yg memiliki kemampuan public relation yg baik, salah satunya dapat dicapai dgn mencanangkan program CSR yg terintegrasi sebagai standar kebijakan dan strategi bisnis mereka. Lagipula, dengan adanya anggapan bahwa dunia usaha merupakan bagian yg terintegrasi dalam masyarakt, sudah sepatutnya jika dunia usaha berkewajiban untuk membantu menyelesaikan masalah sosial yg ada dalam kehidupan bermasyarakat.

Sebagin perusahaan dengan merek local seringkali CSR dijadikan ajang promosi untuk mencitrakan mereknya secara terselubung. Pada saat ini di Indonesia, praktek CSR belum menjadi suatu keharusan yang umum, namun dalam abad informasi dan teknologi serta adanya desakan globalisasi, maka tuntutan terhadap perusahaan untuk menjalankan CSR akan semakin besar. Tidak menutup kemungkinan bahwa CSR menjadi kewajiban baru standar bisnis yang harus dipenuhi seperti layaknya standar ISO karena pada akhir tahun 2008 ini telah diluncurkan ISO 26000 on Social Responsibility, sehingga tuntutan dunia usaha menjadi semakin jelas akan pentingnya program CSR dijalankan oleh perusahaan apabila menginginkan keberlanjutan dari perusahaan tersebut.

Sebagai penutup, berikut beberapa contoh program CSR di beberapa perusahaan yang telah menerapkan CSR sebagai salah satu policy dari manjemen perusahaan. Pertama, HM Sampoerna utk mengembangkan pendidikan melalui Smapoerna Foundation, utk program ini, Sampoerna sendiri telah mengucurkan dana tak kurang dari 47 milliar. Kedua, SIL Group (Perusahaan Gula Indo lampung) membangun sekolah internasional di kawasan perkebunan tebu Indolampung, Ketiga, PT Indofood setiap mudik lebaran selalu menyediakan akutan mudik gratis untuk para penjual mie produk mereka. Nah, jelas sudah jika CSR sangat bermanfaat untuk masyarakat dan dapat meningkatkan image perusahaan. Sebaliknya perusahaan yang mengabaikan CSR tinggal menunggu waktu konflik-konflik dengan masyarakat sekitar. Jadi, semestinya dunia usaha tidak memandang CSR sebgai suatu tuntutan represif dari masyarakat, melainkan sebagai kebutuhan dunia usaha.

Semoga kalo ada pengusaha yg baca akan terketuk untuk menjalankan program CSR di lingkungan tempat bisnisnya. Terimakasih, ekobs_hse@yahoo.com

Referensi :

http://www.ekatjiptafoundation.org/index.php?id=26

http://www.sampoernafoundation.org/content/view/434/280/lang,id/

http://www.semenpadang.co.id/index.php?option=com_content&task=view&id=133&Itemid=1

http://www.bakrie-brothers.com/bb/index.php/content/view/35/192/

Sabtu, 27 Juni 2009

GAP “ MANAGEMENT SYSTEM”

Dibeberapa perusahaan yang telah mendapatkan sertifkasi atau sedang berupaya mendapatkan suatu sertifikasi system manajemen (Quality Managemen System, Lingkungan, K3, Food Safety, atau Sistem-sistem lainnya) sering kali perusahaan tersebut menerapkan system dengan setengah hati atau bahkan kurang, menyebabkan implementasi system menjadi mandul atau tidak memberikan nilai tambah bagi perusahaan, padahal untuk mendapatkan sertifikasi tidak sedikit biaya yang harus dikelurkan. Kebanyakan perusahaan di Indonesia menerapkan suatu system manajemen hanya karena pemenuhan atau persyaratan dari costumer (local/ Negara tujuan eksport)

Ada beberapa contoh kasus yang sering kita jumpai terkait dengan implementasi system manajemen, banyak perusahaan rela menggunakan jasa konsultan dengan biaya yang tidak sedikit untuk menyiapkan segala-sesuatu yang terkait dengan persyaratan audit sertifikasi, mulai dari membuat manual hingga menyiapkan laporan tinjauan manajemen. Lebih parahnya lagi seringkali konsultan juga dipersiapkan untuk menghadapi audit eksternal, sehingga sertifikat yang didapatpun tidak memiliki nilai lebih untuk sebuah organisasi (Perusahaan)

Di kasus lain penunjukan dua bagian terpenting dari struktur organisasi yang menjadi penggerak suatu system berjalan efektive seringkali hanya ditunjuk untuk mengisi struktur fungsional. Dua penggerak tersebut adalah Management Representative dan Internal Auditor. Personil yang ditunjuk menjabat struktur fungsional seringkali merasa terbebani dengan pekerjaan tambahan diluar jobdesnya, sehingga tugas tambahannya dalam struktur fungsional system hanya menjadi pekerjaan sambilan yang tidak terpisah dari pekerjaan lainnya, dan biasanya personil yang menjabat "tidak punya waktu" untuk mengurusi system yang menjadi tugas tambahannya.

Tidak terpisahnya MR dari tugas lainnya ini sebenarnya tidak sesuai dengan standard internasional ISO 9001:2008 yg menyebutkan bahwa "Top management shall appoint a member of management who, irrespective of other responsibilities, shall have responsibility and authority that includes…" dst. Ia juga harus anggota dari team manajemen, bukan dari pihak eksternal.

Akibat dari penerapan system yang setengah hati, System menjadi hidup enggan matipun tak mau yang akhirnya bisa berdampak pada perusahaan dengan menurunnya mutu qualitas produk, meningkatnya defect produk, meningkatnya frekuensi keluhan pelanggan atau angka kecelakaan kerja yang semakin meningkat. Apakah perusahaan tempat anda bekerja mengalami hal seperti itu?

Saran,Agar implementasi suatu system bisa berjalan optimal dan tidak menimbulkan dampak kerugian, maka perlu komitmen dari suatu organisasi. Misalnya dengan merekruit Management Representative atau Internal Auditor yang independent sehingga mereka benar-benar dapat bekerja dan bertanggung jawab untuk efektifitas dan efisiensinya suatu sistem yang nantinya sertifikat dari buah implementasi system menjadi benar-benar bernilai untuk organisasi (Perusahaan). Selain itu konsistensi penerapan persyaratan dari suatu system juga penting untuk dipenuhi.

Sabtu, 21 Februari 2009

BUDAYA K3 BUKAN DENGAN PUNISHMENT

Bukan cuma standar keselamatan kerja yang rendah di Indonesia, tetapi taraf kesadaran pekerja akan keselamatan dirinya sendiri pun sangat minim. Tak heran, bila pekerjaan yang seharusnya membawa berkah berubah menjadi malapetaka ketika terjadi kecelakaan kerja.
Coba simak berita ini. Dilaporkan sedikitnya 17 pekerja tewas akibat kecelakaan kerja di Jakarta dalam 7 bulan terakhir ini. Lima diantaranya terjatuh dari gondola saat melakukan perawatan rutin Menara RCTI di Kebon Jeruk Jakarta Barat. Tali sling crawl crane gondola tiba-tiba terputus ketika kelima pekerja sedang melakukan pengelasan menara stasiun televisi terkemuka itu. Kelima pekerja tersebut terhempas dari ketinggian 50 meter, dan tewas seketika.
Sepekan sebelumnya seorang pekerja tewas mengenaskan, juga akibat jatuh dari atas gondola di sebuah proyek di Jalan MT Haryono Jakarta.
Tragis! Pekerjaan yang diniatkan untuk menghidupi keluarga malah membawa malapetaka dan penyesalan bagi keluarga yang ditinggalkan.
Kecelakaan kerja sebetulnya bisa dicegah bila setiap orang awas terhadap faktor-faktor unsafe condition, maupun unsafe action di sekitar lingkungan tempat bekerja. Logikanya, pekerja yang tidak dilengkapi alat pengaman diri, dan tempat kerja yang tidak aman bagi keselamatan kerja, cenderung menyebabkan terjadinya kecelakaan kerja. Terlebih lagi bila dalam unsafe condition tersebut, pekerja melakukan tindakan yang tidak aman (unsafe act) bagi dirinya maupun bagi rekan sekerjanya.
Oleh karenanya, penting bagi sesama pekerja untuk saling mengingatkan penerapan standar keselamatan kerja. Kalau perlu, diterapkan kebijakan “menolak tugas” apabila dirasa standar keselamatan kerjanya tidak terpenuhi.
Kebijakan menolak tugas bukanlah upaya untuk menurunkan produktivitas. Ada suatu contoh. Seorang quality control supervisor dalam sebuah proyek survey seismik, eksplorasi minyak, pernah menolak tugas yang diberikan kepadanya untuk melakukan pengecekan lintasan seismik. Ternyata, penolakan tersebut bukan membuat dirinya dikenai sanksi, tetapi justru didukung dan dipuji oleh atasan. Sang atasan segera menyadari kekeliruannya. Alasan yang dikemukakan ketika itu adalah tidak dibenarkan berjalan sendirian di dalam lintasan, sebab itu tergolong sebagai unsafe act.
Tak dapat dimungkiri, para pengusaha nasional cenderung berkiblat pada kredo meraup untung besar dengan biaya serendah-rendahnya. Kesadaran yang dibangun terhadap para pekerja adalah pencapaian target produksi, tanpa memikirkan faktor-faktor keselamatan kerja. Hanya sedikit dari kalangan pengusaha yang menjadikan kebijakan Health Safety Environment (HSE) sebagai nilai tambah untuk memenuhi kepuasan pelanggan yang menggunakan jasa mereka.
Kebanyakan pengusaha melihat HSE sebagai beban biaya yang harus dipangkas seringkas mungkin. Ketika kontrak kerja mewajibkan dipenuhinya standar HSE, yang dilakukan mereka bukannya memenuhi standar tersebut melainkan menawar, bahkan kalau perlu menghilangkan standar tersebut disertai upaya menyogok pengawas proyek, ataupun lembaga sertifikasi keselamatan kerja. Sehingga isu keselamatan kerja berhenti sebatas jargon yang ditempel di papan-papan pengumuman pabrik, atau area kerja belaka, tanpa implementasi yang memadai.
Sebuah lembaga yang mengawasi keselamatan transportasi pun pernah melalaikan ihwal keselamatan. Anda tentu masih ingat ketika sejumlah anggota Komite Nasional Keselamatan Transportasi (KINKT) bersama para kameraman televisi melakukan investigasi di bangkai Kapal Motor Levina yang habis terbakar setahun silam? Mereka naik ke deck kapal yang sudah menjadi bangkai. Lalu kapal itu perlahan mulai oleng dan karam. Sejurus kemudian, mereka tercebur bersama karamnya kapal ke dasar laut. Dua kamerawan televisi tewas setelah tenggelam bersama kapal tersebut.
Ironisnya, tak satupun anggota KNKT dan juru kamera itu yang mengenakan pelampung saat melakukan pekerjaan beresiko tinggi di tengah laut! Mungkin jalan cerita mengenai tewasnya dua jurnalis televisi saat peliputan tersebut akan berbeda jika pelampung dikenakan sejak mereka menginjakkan kaki di dermaga, dan naik ke atas speedboat.Sebagai perbandingan, pekerja yang tidak mengenakan pelampung akan langsung dipecat oleh perusahaan yang mempekerjakannya, dalam operasi laut pekerjaan eksplorasi migas

Ada satu tradisi di departemen HSE dalam proyek-proyek eksplorasi migas, yang disebut Stop Card, yang tampaknya cocok untuk ditiru oleh industri lainnya, sebagai upaya untuk meningkatkan kesadaran akan keselamatan kerja.
Stop Card adalah lembar isian mengenai kondisi tidak aman (unsafe condition), tindakan tidak aman (unsafe action), ataupun nearmiss (nyaris terjadi kecelakaan) yang ditemukan oleh seseorang dalam pekerjaan mereka sehari-hari. Setiap orang dibekali stop card untuk diisi. Di dalamnya terdapat isian mengenai kejadian, tanggal kejadian, lokasi, tindakan yang dilakukan, dan lain-lain.

Dari stop card tersebut, petugas dari bagian Health Safety Environment (HSE) dapat menemukan fakta-fakta sederhana yang membahayakan keselamatan kerja dan lingkungan, seperti pengemudi atau penumpang kendaraan yang tak mau mengenakan safety belt, genangan air di dekat tangga, ada yang merokok di dalam speedboat, tidak pakai helm saat bekerja, tidak tersedia tempat pembuangan sampah plastik, dan lain-lainnya.
Setiap pekerja dibekali berlembar-lembar stop card, dan petugas dari bagian Health Safety Environment secara rutin menindaklanjuti setiap laporan di dalam stop card. Departemen HSE juga memberikan apresiasi tersendiri kepada pekerja yang banyak memberikan masukan di dalam Stop Card tadi, misalkan, dengan hadiah uang.

Lewat cara seperti itu, kesadaran akan keselamatan kerja, lingkungan hidup, dan kesehatan, dari hari ke hari mengalami peningkatan di dalam diri pekerja. Bagaimanapun, pekerja di lapanganlah yang lebih tahu resiko yang dihadapinya. Dan pekerjalah yang menanggung resiko terberat manakala terjadi kecelakaan kerja yang menimpa dirinya.
Produktivitas tinggi yang dicapai dengan susah payah tak akan ada artinya bila diwarnai insiden maupun kecelakaan yang memakan korban jiwa pekerja. Untuk apa mati-matian bekerja kalau akhirnya Anda pulang kerja dengan kondisi tubuh yang cacat, atau hanya tinggal nama saja.

neruske seko mas : Adhie

Selasa, 09 September 2008

OHSAS 18001:2007

OHSAS 18001:1999 telah diperbaharui dengan OHSAS 18001:2007, organisasi yang telah bersertifikat OHSAS 18001:1999 harus sudah meng-upgrade sistemnya sebelum Agustus 2009.
OHSAS 18001 merupakan standar penerapan manajemen keselamatan dan kesehatan kerja yang dibuat oleh beberapa lembaga sertifikasi dan lembaga standarisasi kelas dunia seperti BSI (British Standard International). Standar OHSAS 18001:1999 yang dibuat dengan mengadopsi BS 8800, AS/NZ 4801 dan DNV OHSMS 1997 ini digunakan sebagai patokan dalam menyusun suatu system manajemen yang berfokus untuk mengurangi dan menekan kerugian dalam kesehatan, keselamatan dan bahkan properti. Seperti halnya pada ISO 9000 dan 14000—OHSAS 18001 menekankan pada kegiatan pencegahan.
Penerapan OHSAS 18001:2007 dibagi menjadi 3 tahapan :
Phase 1—Peninjauan Awal. Pada fase ini Organisasi yang akan menerapkan wajib menilai kesesuaian terhadap persyaratan yang berlaku, termasuk meninjau proses-proses yang ada khususnya yang berhubungan dengan keselamatan dan kesehatan.
Phase 2—Proses Penerapan. Pada tahapan ini Organisasi menetapkan Kebijakan Kesehatan dan Keselamatan Kerja, Sasaran terhadap Keselamatan dan Kesehatan Kerja, pelaksanaan Hazard Identification and Risk Assessment, penetapan kegiatan Pelatihan, pengendalian Proses, pendokumentasian, investigasi dan tindakan perbaikan, latihan-latihan penanganan Bahaya, kegiatan Audit dan rapat peninjauan.
Phase 3—Penilaian keseluruhan. Pada fase ini, Organisasi akan diaudit untuk menilai kesesuaian rencana kerja dan hasil kerja terhadap persyaratan Standar OHSAS 18001 dan peraturan yang menyertainya.
Apabila proses audit berjalan dengan lancar dan tidak ditemukan ketidaksesuaian yang berarti, maka Organisasi memperoleh pengakuan dengan menerima Sertifikat OHSAS 18001:2007.

Selengkapnya silahkan brwosing dgn kata kunci : OHSAS 18001 / atau buka di :http://webstore.ansi.org